NAFSU
LAWWAMAH
Oleh: AINUN JARIAH (170202007) - (AS/A)
Sesungguhnya manusia merupakan makhluk yang
sangat menakjubkan. Ia akan menjadi jahat jika dihadapannya terbuka jalan
kejahatan dan tidak ada pengawasan terhadapnya. Ia juga akan mencapai kedudukan yang sangat tinggi jika mampu
mengendalikan dan menundukan nalurinya
(hawa nafsu). Manusia tidak menginginkan ada rintangan yang
menghadangnya. Dengan ungkapan Al-Qur’an “bahkan manusia itu hendak membuat
kemaksiatan terus-menerus” (Q.S. al-Qiyamah [75]: 5), ia ingin memperoleh
segala yang diinginkan dan disukainnya. Hal ini tidak akan memberikan manfaat
baginya dan bagi masyarakat disekitarnya.
Ada delapan faktor yang menguasai kekuatan dan
naluri manusia yaitu Akal,Ilmu, Nurani, Pendidikan, Hukum, Kontrol Sosial, dan
keimanan. Dalam pembahasan ini akan dibahas mengenai Nurani . Al-Qur’an menamainya nafsu lawwamah. Para ulama
akhlak dan para ahli psikologi sangat memperhatikannya. Perhatian Al-Qur’an
terhadapnya jauh lebih besar. Al-Qur’an mengatakan bahwa jika Nurani pada
manusia itu hidup (sadar) maka ia mampu membimbingnya.
A. Pengertian nafsu lawwamah (Nurani)
Nafsu lawwamah
adalah jiwa yang telah mempunyai rasa
insaf dan menyesal sesudah melakukan sesuatu pelanggaran. Ia tidak berani
melakukan secara terang-terangan dan tidak pula mencari cara gelap-gelapan
melakukan sesuatu, karena ia telah sadar akibat pekerjaannya. Sayang sekali ia
belum mampu dan tidak kuat mengekang
nafsu yang jahat, oleh karena itu ia masih selalu dekat denganperbuatan atau pekerjaan
maksiat. Setelah ia melakukan pekerjaan yang dilarang oleh agama barulah timbul
keinsafan dan penyesalan, lalu mengharap agar perbuatan kejahatannya jangan
terulang lagi dan memperoleh ampunan Allah. Nafsu lawwamah dapat melihat
dirinya dengan keadaan sadar, dapat membedakan baik dan buruk, hanya rentan
terhadap kejahatan. Apabila ia telah mengenal dirinya maka ia berusaha
meninggalkan jalan yang buruk dan bertaubat kepada Allah. Allah berfirman dalam Q.S. Asy-Syams (91):8-9
Ada ulama yang berpendapat
nafsu lawwamah, nafsu lawwamah ialah jiwa yang tidak konsisiten pada satu
keadaan. Ia adalah hati yangg yang banyak berbolak-balik dan berwarna-warni. terkadang
ia ingat dan lalai, menghadap dan berpaling, cinta dan benci, bahagia dan sedih,
ridha dan marah, serta patuh dan takut.
Al hasan basri
mengatakan, “anda akan melihat seorang mukmin selalu menyesali dirinya
sendiri,sembari berkata,’aku tidak mau ini? Padahal ,yang ini lebih utama
darinpada yang lain”.
Lawwamah (yang
sangat menyesali diri) ada dua macam:
1. Yang mencela lagi dicela celah ialah nafsu yang bodoh dan zalim. Allah
‘azza wa jalla dan para malaikat-Nya pun mencelanya.
2. Yang mencela tapi tidak dicelah ialah jiwa yang suka mencela kerena
menyesal. jiwa yang selalu mencela pemiliknya atas kekurang optimalnya dalam
mentaati Allah, sambil ia kerahkan segala daya daya upayanya.
B. Nafsu lawwamah menurut Al-Qur’an
Al-Qur’an memandang nafsu lawwamah sebagai kekuatan
pencela. Ia dinamakan nafsu lawwamah karena ia memberikan celaan setelah dilakukan
perbuatan tercela. Dalam pandangan keilmuan, nurani merupakan asas bagi banyak
perbuatan dan dapat dikatakan bahwa ia adalah objek kajian para sosiolog dan
digunakan oleh para ulama akhlak. Islam sangat memperhatikan nurani ini. Untuk
menjelaskan pentingnya nurani ini, cukuplah dengan sumpah Aal-Qur’an dengannya,
yang disandingkan dengan hari kiiamat. Al-Qur’an bersumpah dengan keduannya
sekaligus. Allah berfirman:
لآَاُقْسِمُ بِيَوْمِ القِيَمَةِ , وَلآَاقْسِمُ
بِالنَفْسِ المَّوَّامَةِ
Artinya: “Aku bersumpah dengan hari kiamat dan aku
bersumpah dengan jiwa yang menyesali.” (Q.S. al-Qiyamah [75]:1- 2)
Barangkali ,maksud dijadikannya hari kiamat dan nafsu
lawwamah berdampingan (dalam sumpah sebut) adalah karena tidak adanya keraguan
tentang hari kiamat. Penghuni surga tidak dapat menggantikan penghuni
neraka,dan begitu juga sebaliknya.Pada hari itu tidak ada tipuan dan tidak ada
kedzaliman .Penghuni neraka tidak dapat memaksa untuk masuk surga dan tidak
bisa memberi suap.Oleh karena itu,Al-qur’an menunjukkan hal ini di dalam dua
ayat.Pada permulaan surah Al-baqarah ayat 48: “Dan jagalah dirimu dari (azab)
hari (kiamat, yang pada hari itu)seseorang tidak dapat membela orang lain
“—“tidak terdapat keraguan ,dan di terima syafaat”—“tidak terdapat perantara an
dan tidak ada sysfaat dari pemberi syafaat,”dan tidak ada syafaat dari pemberi
syafaat, “dan tidak ada tebusan padanya”—“tidak terdapat suap ,”dan tidaklah
mereka akan di tolong “—“tidak ada kekuatan.
Konteks yang sama di gunakan pada nafsu lawwamah.Tidak
ada keraguan tentang nafsu lawwamah .Di dalam surah asy-syams ,Al- qur’an
bersumpah dengannya dan menjelaskan kepentingannya di dalam sumpah tersebut ,”Dan
jiwa serta penyempurnaannya. “(QS.asy syams[91]:7)
Al-qur’an bersumpah dengan nafsu lawwamah yang tidak ada
keraguan padanya.Nafsu lawwamah dapat membedakan kebaikan dari keburukan dan
merupakan makhluk mulia dalam pandangan Al-qur’an. Sebagaimana
firman Allah:
قَدْ اَفْلَحَ مَنْ زَكَّهَا, وَ قَدْ خَابَ
مَنْ دَسَّهَا.
Artinya: “sungguh beruntung orang yang menyucikannya
(jiwa itu), dan sungguh rugi orang yang mengotorinya” (Q.S. Asy-Syams [91]:
9-10)
C.
Dapatkah nurani mengendalikan naluri (nafsu)?
Hal-hal seperti ini bersumber dari emosi dan perasaan kemanusiaan.
Betapa penting keberadaan nurani. Di samping itu, akal dan ilmu memang
berharga. Namun, dapatkah nurani menjadi suatu kekuatan yang mengendalikan
naluri? Jawabannya adalah apa yang
disebutkan tentang akal dan ilmu. Di dalam keadaan-keadaan normal, ya.
Ia dapat menjadi kekuatan yang baik. Akan tetapi, jika salah satu insting
melampaui batas, nurani tidak memiliki pengaruh apapun. Terdapat banyak pelaku
kejahatatn yang telah terganggu saraf setelah melakukan kejahatan disebabkan
“cambukan-cambukan” yang ditimpakan nurani terhadap mereka. Namun, mereka telah
membinasakan nurani ketika
meraka melakukan kejahatan dan ketika insting mereka melampaui batas.
Hal ini merupakan bukti paling kuat yang menunjukkan bahwa nurani itu baik dan
berpengaruh, tetapi hanya dalam keadaan-keadaan normal, bukan dalam keadaan
ketika insting bergelora.
Seseorang bersedia untuk melakukan kejahatan
karena nalurinya bergelora dan nuraninya tidak berpengaruh kepadanya. Namun,
setelah ia melakkuakan perbuatna jahat dan buruk tersebut, disini muncul
peranan nurani. Hal ini menunjukkan bahwa nurani nurani tidak memiliki pengaruh
dalam mengekang dan mengendalikan naluri. Sebab, jika naluri itu bergelora dan
melampaui batas, ia akan mematikan nurani.
D.
Memerangi hawa nafsu
Sesungguhnya jiwa itu telah ditetapkan untuk
condong kepada hawa nafsu. Sebagian orang bijak berkata: “Nafsu itu akan selalu
condong kepada sesuatu yang kamu sukai. Dan akhirnya, nafsu berhasil
mendominasi kecintaanmu kepada sesuatu tersebut”. Untuk melakukan hal tersebut memang
membutuhkan kesungguhan dan perjuangan. Ketika kita tidak mengekang hawa nafsu,
maka pikiran akan mendorongnya untuk mencari hal-hal yang disenangi olehnya.
Maka dia akan berfikir yang tidak-tidak, banyak mengadakan kebohongan dan
berkhayal yang irasional. Lebih-lebih apabila terjadi pada diri pemuda yang
lebih mampu untuk melakukan segala rekayasa. Sebuah syair menyatakan bahwa: jika
hari ini nafsu behasil merenggut sebuah kenikmatan,
Maka keesokkan harinya dia akan menangis untuk
meminta.
Ada penyair lain yang mengutarakan gubahan
syairnya sebagai berikkut:
Apabila kamu tidak menahan nafsu,
Maka dia akan menguasaim.
Dari Syadad ibn Aus, Rasulullah SAW bersabda:
“orang yang cerdik adalah orang yang menundukan jiwanya dan beramal untuk bekal
setelah mati. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang jiwanya mengikuti
hawa nafsunya dan berdusta kepada Allah.”
Dari
Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah SAW bersbda: “bukanlah seorang kuat itu
yang bisa mengalahkan manusia, akan tetapi yang disebut orang kuat itu adalah
yang bisa mengalahkan hawa nafsunya.”
Ketahuilah, sesungguhnya orang yang dikalahkan oleh hawa
nafsunya adalah orang yang terkalahkan secara terpaksa. Oleh karena itulah,
mengalahkan hawa nasu merupakan prestasi yang besar baik dimata syari’at maupun
di mata manusia. sesungguhnya apabila kita tidak mengekang hawa nafsu maka yang
akan kita terima adalah kehinaan. Barangsiapa yang bisa mengingkari hawa
nafsunya maka akan terhormat. Yang sangat aneh adalah orang-orang yang terlena
didalam arus hawa nafsunya. Mereka terus dikuasai oleh nafsu. Namun ketika
mereka sudah sadar, baru mereka mengetahui bahwa yang dirasakan adalah celaan.
Kita sebagai seorang muslim haruslah pandai-pandai dalam mengendalikan hawa
nafsu agar kita tidak termasuk kedalam golongan yang memiliki nafsu lawwamah,
karena nafsu lawwamah merupakan nafsu yang bodoh dan zalim serta tidak menjamin
kita dapat memasuki syurganya Allah, Untuk
mengendalikan hawa nafsu, sebaiknya lakukanlah langkah-langkah berikut:
1.
Banyak melakukan ibadah, terutama
ibadah-ibadah sunnah. Sebab makanan hati yang bersih adalah ibadah
2.
Berdo’a kepada Allah dengan sunguh-sungguh
agar keinginan semakin kuat untuk meninggalkan hal-hal yang buruk
3.
Meyakini imbalan besar yang akan Allah berikan
kepada orang-orang yang mampu mengendalikan hawa nafsunya.
4.
Jaga panca indera dari pengaruh ayahwat
(nafsu)
5.
Selalu berpikir positif dan produktif
6.
Hindari teman-teman yang selalu membawa pada
hal yang buruk.
DAFTAR PUSTAKA:
Asmaran. 2002. Pengantar Studi Akhlah. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Mazhahiri, Husain. 2000. Mengendalikan Naluri: ajaran
islam dalam mengatasi gejolak kecendrungan alamiah manusia. Terj. Irwan
Kurniawan. Jakarta :Lentera Basritama.
Al-Jauziy.1993. Belenggu Nafsu. Terj. Wawan
Djunaedi Soffandi. Jakarta: PUSTAKA AZZAM.2000.
Abdullah, Yatimin. 2008. Studi Akhlak dalam Perspektif
Islam. Jakarta: AMZAH.
Departemen
Agama RI. Edisi Depag 2002. Al-Qur’an dan terjemahan. Bandung: PT.
Syamil Cipta Media
0 komentar:
Posting Komentar