Translate


HUKUM ITE DI INDONESIA

HUKUM ITE DI INDONESIA


OLEH:
AINUN JARIAH  (170202007)
DOSEN PENGAMPU: HERU SUNARDI, M.H.

PENGANTAR ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH JURUSAN AKHWAL AS-SYAKHSIYAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM 2018

PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang Masalah
Salah satu ciri yang menonjol dari hukum pada masyarakat modern adalah  penggunaannya secara sadar oleh masyarakat.
Adaptasi hukum terhadap teknologi modern juga bisa dirumusan kedalam bentuk pertannyaan. “apakah hukum memanfaatkan kehadiran teknologi tersebut, termasuk prosedur kerjanya?”. Dengan demikian  kita juga bisa mengamati, apakah misalnya badan-badan seperti pengadilan, dalam bekerjanya telah melakukan pemanfaatan tersebut. Ketinggalan dalam usaha tersebut sedikit banyak juga dapat digolongkan ke dalam kegagalan dalam melakukan adaptasi. Kedalam kelompok teknologi dan teknik-teknik  modern itu termasuk, misalnya, tes poligraf, penggunaan eavesdropping  dalam pemburuan kejahatan, sampai kepada penggunaan mesin-mesin elektronik seperti komputer.[1]
Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan ilmu dan teknologi informasi saat ini telah mengubah kehidupan masyarakat. Karena kecanggihannya, teknologi menjadi salah satu kebutuhan primer dalam komunikasi pergaulan masyarakat dunia. Teknologi menjadi cara manusia untuk mempermudah dalam memenuhi setiap keingingnya. Tetapi, tidak semua orang memanfaatkan teknologi untuk hal positif. Teknologi menjadi salah satu cara untuk melakukan tindak kejahatan seperti pembobolan ATM melalui internet, pencemaran nama baik dll. Semua itu adalah bentuk dari penyalahgunaan teknologi informasi. Dalam hal ini, pemerintah membentuk dan mengesahkan UU ITE untuk mengatur penggunaan teknolgi informasi dan elektronik agar tetap terarah dalam segala hal kehidupan. Akan tetapi, banyak masyarakat yang tak mengetahui mengenai pasal yang akan menjerat pelaku tindak kejahatan dunia maya dan masa hukuman terhadap pelaku tindak kejahatan. Untuk itu, dibutuhkan aplikasi sistem pakar untuk mengetahui hukuman berdasar pasal dan lama masa hukuman. Aplikasi ini nantinya dibauat dengan menggunakan bahasa pemrograman PHP dan menggunakan basisdata MySQL. Diharapkan dengan dibuatnya sistem pakar ini dapat digunakan oleh masyarakat sebagai acuan hukum awal dari contoh suatu kasus kejahatan dan sebagai alat bantu bagi penegak hukum untuk dapat mengetahui pasal yang akan menjerat pelaku dengan lebih tepat dan cermat.[2]
Hukum ITE merupakan salah satu contoh hukum sebagai rekayasa sosial yang dibuat dan diterapkan karena kebiasaan buruk masyarakat yang menyalahgunaakan teknologi informasi yang merugikan satu sama lain. 
B.       Rumusan Masalah
Bagaimanakah bentuk sistem Hukum ITE di Indonesia?


PEMBAHASAN
A.      Pengertian Hukum ITE
Berdasarkan Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informaasi dan Transaksi Elektronik pasal 1 ayat 1-2 menyatakan bahwa:  
1.      Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
2.      Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) terdiri dari 13 bab
dan 54 pasal, terdiri dari beberapa bagian yang dirangkum sebagai berikut[3]:
1.        Informasi dokumen, dan tanda tangan elektronik : tanda tangan elektronik
memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional
(tinta basah dan bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN Framework Guidelines
 (pengakuan tanda tangan digital lintas batas).
2.        Penyelenggaraan sertifikasi elektronik dan sistem elektronik : UU ITE
berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang
berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat
hukum di Indonesia.
3.        Transaksi elektronik : Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat
dilakukan dalam lingkup publik ataupun privat dan para pihak memiliki
kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi Transaksi
Elektronik internasional yang dibuatnya serta Pengirim atau Penerima dapat
melakukan Transaksi Elektronik sendiri, melalui pihak yang dikuasakan
olehnya, atau melalui Agen Elektronik.
4.         Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual dan perlindungan
hak pribadi.
5.        Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):
a.       Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan) 
b.      Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan
Permusuhan)
c.       Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)
d.      Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking)
e.       Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi)
f.       Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia)
g.      Pasal 33 (Virus, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS))
h.      Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik(phising))
6.        Penyelesaian sengketa : Setiap Orang dapat mengajukan gugatan terhadap
pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan
Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian atau secara perwakilan
terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau
menggunakan Teknologi Informasi yang berakibat merugikan masyarakat,
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
7.        Peran Pemerintah dan Peran Masyarakat : Pemerintah melindungi
kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan
Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban
umum, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
8.        Penyidikan : dilakukan berdasarkan ketentuan dalam KUHAP dan
ketentuan dalam UU ITE dan dilakukan dengan memperhatikan perlindungan
terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran layanan publik, integritas data, atau
keutuhan data sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
9.        Ketentuan Pidana
Perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi yang demikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah memengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru
Globalisasi informasi telah menempatkan indonesia sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan mengenai pengelolaan informasi dan transaksi elektronik ditingkat nasional sehingga pembangunan teknologi informasi dapat dilakukan seccara optimal, merata, dan menyebar keseluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa [4]
Dari paparan diatas dapat diketahui manfaat dari UU. No 11 Tahun 2008 tentang (ITE), diantaranya:
  1. Menjamin kepastian hukum bagi masyarakat yang melakukan transaksi secara elektronik.
  2. Sebagai salah satu upaya mencegah terjadinya kejahatan berbasis teknologi informasi
  3. Melindungi masyarakat pengguna jasa dengan memanfaatkan teknologi informasi.
  4. Mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia
B.       Faktor Pelaksanaan Undang-Undang ITE
Salah satu alasan pembuatan UU ITE adalah bahwa pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat cepat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi. Kemunculan UU ITE membuat beberapa  perubahan yang signifikan, khususnya dalam dunia telekomunikasi, seperti:
  1. Telekomunikasi merupakan salah satu infrastruktur penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
  2. Perkembangan teknologi yang sangat pesat tidak hanya terbatas pada lingkup telekomunikasi itu saja, malainkan sudah berkembang pada TI.
  3. Perkembangan teknologi telekomunikasi di tuntut untuk mengikuti norma dan  kebijaksanaan yang ada di Indonesia.
C.        Sistem Pelaksanaan Hukum ITE
pembuktian merupakan faktor yang sangat penting, mengingat informasi elektronik bukan saja belum terakomodasi dalam sistem hukum acara Indonesia secara komprehensif, melainkan juga ternyata sangat rentan untuk diubah, disadap, dipalsukan, dan dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam waktu hitungan detik. Dengan demikian, dampak yang diakibatkannya pun bisa demikian kompleks dan rumit.
Untuk mengatasi gangguan keamanan dalam penyelenggaraan sistem secara elektronik, pendekatan hukum bersifat mutlak, karena tanpa kepastian hukum, persoalan pemanfaatan teknologi informasi menjadi tidak optimal.
Undang-Undang ini memiliki jangkauan yurisdiksi tidak semata-mata untuk perbuatan hukum yang berlaku di Indonesia dan/atau dilakukan oleh warga negara Indonesia, tetapi juga berlaku untuk perbuatan hukum yang dilakukan di luar wilayah hukum (yurisdiksi) Indonesia baik oleh warga negara Indonesia maupun warga negara asing atau badan hukum Indonesia maupun badan hukum asing yang memiliki akibat hukum di Indonesia, mengingat pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik dapat bersifat lintas teritorial atau universal.
Sebagai contoh kasus pencemaran  nama  baik adalah yang terdapat dalam Pasal 310 ayat (1) KUHP yang dihubungkan dengan Pasal 310 ayat (2) dan Pasal 315 KUHP. Secara eksplisit rumusan Pasal 27 ayat (3)Pasal 45 ayat (3) UU ITE berbunyi sebagai berikut: 
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).”.
Berdasarkan rumusan Pasal ini pengertian pencemaran atau penghinaan merujuk pada pengertian yang sama dalam KUHP. Hal ini karena sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa keseluruhan ketentuan dalam KUHP baik berupa aturan umum Buku I maupun aturan khusus Buku II dan III pada hakikatnya merupakan satu kesaturan sistem pemidanaan, sehingga menjadi pedoman bagi peraturan perundang-undangan pidana di luar KUHP[5]. 
Untuk menjerat pelaku dengan Pasal 27 ayat (3) di atas, terdapat dua hal yang perlu diperhatikan aparat penegak hokum agar eksistensi Pasal tersebut tidak dijadikan sebagai alat politik untuk memberangus kreativitas dunia Pers. Pertama, terbuktinya unsur subjektif dan unsur objektif tentang Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik bersifat komulatif. Artinya, aparat penegak hukum tidak serta merta menyatakan pelaku bersalah melanggar Pasal 27  ayat (3) bila unsur subjektif  terbukti, tapi masih   harus   membuktikan   apakah   Informasi  Elektronik  dan/atau  DokumenElektronik  yang memiliki muatan penghinaan dan/ataupencemaran nama baik memang melanggar nilai-nilai di masyarakat atau tidak.

Dalam hubungan ini, kehadiran para pakar di bidang ITE, Bahasa, dan Pers sangat penting untuk dihadirkan aparat penegak hukum untuk menilai apakah suatu tulisan atau gambar terkait Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tertentu yang didistribusikan, ditransmisikan, atau dapat diakses memiliki muatan penghinaan dan/ataupencemaran nama baik atau tidak. Jadi, Pencemaran Nama Baik Melalui Sarana Informasi dan Transaksi Elektronik bukan berdasarkan pengaduan korban semata apalagi penafsiran sepihak aparat penegak hukum. Selama ini, tidak sedikit insan Pers yang diadili karena pencemaran nama baik lebih didasarkan pada terbuktinya unsur subjektif. Kedua, perlunya penambahan satu unsur kesalahan yakni unsur niat jahat (malice) khusus terkait dengan pemberitaan  melalui saran ITE. Unsur ini perlu ditambahkan karena pers,
lembaga penyiaran dan LSM terkait dengan pemajuan HAM dan
kebijakan pemerintahan memiliki kekhususan, yaitu sebagai institusi
sosial yang memiliki peranan penting dalam melakukan fungsi
kontrol sosial terhadap penyelenggaraan Negara dan kehidupan
kemasyarakatan. Di samping tu, kekhususan pengaturan demikian
didukung oleh hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang
pengejawantahannya dilakukan oleh mereka.16 Dengan penambahan
unsur ini, tidak semua tulisan terkait ITE dikategorikan sebagai
melanggar Pasal 27 ayat (3) bila pelakunya memang tidak memiliki
niat jahat.


PENUTUP
SIMPULAN
Perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi yang demikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah memengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru. Salah satunya adalah Undang-Undang ITE
Undang-Undang ITE memiliki jangkauan yurisdiksi tidak semata-mata untuk perbuatan hukum yang berlaku di Indonesia dan/atau dilakukan oleh warga negara Indonesia, tetapi juga berlaku untuk perbuatan hukum yang dilakukan di luar wilayah hukum (yurisdiksi) Indonesia baik oleh warga negara Indonesia maupun warga negara asing atau badan hukum Indonesia maupun badan hukum asing yang memiliki akibat hukum di Indonesia, mengingat pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik dapat bersifat lintas teritorial atau universal.
Untuk mengatasi gangguan keamanan dalam penyelenggaraan sistem secara elektronik, pendekatan hukum bersifat mutlak, karena tanpa kepastian hukum, persoalan pemanfaatan teknologi informasi menjadi tidak optimal.



DAFTAR REFERENSI
Ali, Mahrus. 2010. Pencemaran Nama Baik Melalui Sarana Informasi dan Transaksi Elektronik (Kajian Putusan No.2/PUU-VII/2009). Jurnal konstitusi. Riau: Universitas Riau dan DPR
Fauzia, Purti. 2009. Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 11 Tahun 2008. Yogyakarta: Jogja Bangkit Publiser
Primasatya, Kharis Fakhruddin. 2013. Perancangan Sistem Pakar Undang-Undang ITE dalam Membantu Menyelesaikan Masalah Dunia Maya. Yogyakarta: universitas Dian Nuswantoro.
Rahardjo, Satjipto. 2014. Ilmu Hukum. Semarang: PT CITRA ADITYA BAKTI
Winarno, Wahyu Agus. 2011. Sebuah Kajian pada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Jurnal ekonomi Akutansi dan Manajemen. Jember: Universitas Jember


[1] Satjipto rahardjo. Ilmu Huku.(Semarang: PT CITRA ADITYA BAKTI, 2014). Hlm. 211-212
[2] Kharis Fakhruddin Primasatya. Perancangan Sistem Pakar Undang-Undang ITE dalam Membantu Menyelesaikan Masalah Dunia Maya. (Yogyakarta: universitas Dian Nuswantoro, 2013). Hlm. 2
[3] Wahyu Agus Winarno. Sebuah Kajian pada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Jurnal ekonomi Akutansi dan Manajemen. (Jember: Universitas Jember, 2011). Hlm. 44-45
[4] Purti Fauzia. Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 11 Tahun 2008.(Yogyakarta: Jogja Bangkit Publiser, 2009). Hlm. 7
[5] Mahrus Ali. Pencemaran Nama Baik Melalui Sarana Informasi dan Transaksi Elektronik (Kajian Putusan No.2/PUU-VII/2009). Jurnal konstitusi. (Riau: Universitas Riau dan DPR, 2010). Hlm. 134-135

0 komentar:

SDGs (INDONESIA MASA DEPAN DENGAN MEWUJUDKAN PERDAMAIAN, KEADILAN, DAN INSTITUSI YANG KUAT)

INDONESIA MASA DEPAN DENGAN MEWUJUDKAN PERDAMAIAN, KEADILAN, DAN INSTITUSI YANG KUAT Oleh : AINUN JARIAH (170202007)-(AS/A) ...

big smile